Senin, 20 Juni 2016

kasus slow learning



     SLOW LEARNING

     Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal
Namun secara garis besar lamban belajar (slow learning) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mereka mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal. Mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak dengan SL (slow learning) memiliki ciri fisik normal. Tapi saat di sekolah mereka sulit menangkap materi, responnya lambat, dan kosa kata juga kurang, sehingga saat diajak berbicara kurang jelas maksudnya atau sulit nyambung. Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan pemalu, dan mereka kesulitan untuk berteman. Anak-anak lambat belajar (slow learning) ini juga cenderung kurang percaya diri. Kemampuan berpikir abstraknya lebih rendah dibandingkan dengan anak pada umumnya.
Sebagai calon guru, tentu diharapkan memiliki pemahaman dan kepekaan terhadap kondisi masing – masing siswa sebagai muridnya. Perkembangan dan kemajuan belajarnya, yang dapat dideteksi setiap saat selama proses kegiatan pembelajaran di sekolah berlangsung. Di sini peran guru, khususnya guru kelas sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Umumnya guru memilki catatan atau rekaman tentang perkembangan masing – masing siswa, bagaimana kondisinya dan kebutuhan apa yang diperlukan, terlebih untuk anak – anak berkebutuhan khusus. Maka untuk mengenali hal itu saya ingin mengetahui salah satu kelainan mengenai klien saya yang menderita kesulitan dan lambat dalam belajar.
 
 A. PROFIL / IDENTITAS

     
        Nama klien     : YD
        Usia                : 16 tahun
        Jenis kelamin : Laki-laki
yd adalah seorang pelajar yang bersekolah di salah satu sekolah menengah pertama swasta di tawangmangu, lahir 04 September 1999, jadi sekarang dia berusia 16 tahun. Dia anak ke 2 dari 2 (dua) bersaudara. Pekerjaan ayahnya sebagai petani dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. yd tinggal bersama ibu nya.

B.
PERMASALAHAN
    1. Slow learning (kasus)?
    2. Faktor dan Permasalahan yang sering muncul pada klien?
  
Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal
Namun secara garis besar lamban belajar (slow learning) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mereka mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal. Mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak dengan SL (slow learning) memiliki ciri fisik normal. Tapi saat di sekolah mereka sulit menangkap materi, responnya lambat, dan kosa kata juga kurang, sehingga saat diajak berbicara kurang jelas maksudnya atau sulit nyambung. Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan pemalu, dan mereka kesulitan untuk berteman. Anak-anak lambat belajar (slow learning) ini juga cenderung kurang percaya diri. Kemampuan berpikir abstraknya lebih rendah dibandingkan dengan anak pada umumnya. YD lahir normal Pertumbuhan dan perkembangan pun sekilas sama dengan anak anak seusianya, dari pengamatan saya dia hanya lemah dalam berfikir.  Sehingga dia tinggal kelas selama 3 tahun. Dia juga kurang berkomunikasi dengan temanya. Dan temanya sering kali mengolok-olok. dia sudah tidak nyaman lagi dengan keadaan di sekolahnya
.   
     Keterbatasan dan daya kemampuannya miliki menimbulkan munculnya berbagai
Dampak masalah, yaitu :
• Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari – hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri sendiri. Kondisi keterbatasan
 pada saat belajar, yang belum bisa secepat temanya. Keadaan itu diharapkan dalam program penanganan memprioritaskan bimbingan dan latihan ketrampilan aktifitas kehidupan sehari – hari terutama daya fikirnya yang lambat

• Masalah penyesuaian diri
Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan dipengaruhi beberapa faktor salah satunya kecerdasan. Dalam hal ini
dia merupakan siswa yang termasuk kecerdasan rendah jadi menimbulkan kecenderungan diisolir oleh masyarakat
 di bawah ini adalah ciri ciri masalah yd yang saya amati

        a.   Memiliki kesulitan dalam melakukan perintah yang bertahap.
        b.  Tidak memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya
        c.   Memiliki berbagai kesulitan internal seperti; keterampilan mengorganisasikan,                  kesulitan belajar, dan menyimpulkan infromasi.
        d   Memiliki skor yang rendah dengan konsisten dalam beberapa tes.
        e.  Memiliki pandangan mengenai dirinya yang buruk.
        f   Mengerjakan segalanya secara lambat.
     g.  Lambat dalam penguasaan terhadap sesuatu
Faktor penyebabnya adalah:
   Slow learner memiliki hubungan yang sangat erat dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya :

    1. Faktor Internal
·      Genetik / Hereditas
Berdasarkan 111 penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survei pustaka dunia tentang persamaan inteligensi dalam keluarga (Atkinson, dkk, 1983, h. 133), terdapat korelasi antara IQ orangtua dan anaknya. Semakin tinggi proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka.

·      Biokimia
Disebabkan oleh zat – zat yang dapat merusak otak, misalnya : zat pewarna pada makanan, pencemaran lingkungan, gizi yang tidak memadai, dan pengaruh – pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.

    2. Faktor Eksternal
·      Lingkungan
Efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial – ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983, h. 137). Disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka.

·      Strategi Pembelajaran
Penyebab utama problem anak lamban belajar (slow learner) berupa strategi pembelajaran yang salah atau tidak tepat, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat.

SOLUSI
Anak slow-learner mungkin merupakan cobaan berat bagi seorang guru. Keadaan anak yang memang tidak memungkinkan untuk memuaskan seorang guru lewat prestasi belajar, membuatnya perlu diperhatikan dan dibimbing dengan caranya sendiri. Tiga dari lima siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow-learner, maka pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu dalam menghadapi anak slow-learner
1. Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk            memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan     penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses   generalisasi.
2. Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya.
 3.Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana.
 4.Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5. Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6. Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
7. Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di kelas.
8. Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
Dengan dilaksanakannya pendidikan terpadu bagi anak yang berkebutuhan khusus dengan kontinum layanan pendidikan, sebagaimana diuraikan di atas, berarti program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus harus dilaksana-kan dengan menggunakan pendekatan tim. dalam pendekatan tim perlu ada kejelasan tanggung jawab di antara. personel dan staf sekolah yang terlibat dalam penanganan peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh karena itu kerjasama merupakan hal yang esensial. Salah satu anggota tim  yang menangani peserta didik berkebutuhan khusus tersebut adalah konselor. Seperti halnya YD yang mengalami rendahnya IQ, jelas dia memiliki keterbatasan pada daya fikirnya yang lemah, tetapi dia juga memiliki potensi kemampuan intelektual yang tidak berbeda dengan anak normal, maka untuk dapat berprestasi sesuai kapasitas intelektualnya diperlukan layanan pendidikan yang sesuai denganya. Dengan dipenuhinya kebutuhan itu maka dia akan dapat berprestasi sesuai dengan kapasitas intelektualnya dan mampu berkompetensi dengan anak normal.
 
Kesimpulan
Anak
slow learning merupakan satu istilah umum yang menyatukan berbagai jenis kekhususan atau kelainan. YD adalah anak yang mengalami kelemahan dalam daya fikir atau kecerdasanya atau disebut slow learning, maka dukungan orangtua dorongan dan bantuan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar yd yang lambat. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, orangtua dapat meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah.

 Saran
Tentunya dalam penulisan laporan hasil observasi ini masih banyak kekurangan.maka, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan dan kita manusia selalu diberi kekurangan, terimakasih.

Minggu, 29 Mei 2016

KESULITAN BELAJAR

                KESULITAN BELAJAR
 



  A.     Pengertian kesulitan belajar
  1.      Pengertian kesulitan
Kesulitan adalah keadaan yang sulit, dalam kesulitan dan dalam kesusahan. Dalam hal ini, berarti kesulitan mengandung makna sulit berbuat sesuatu yang berarti suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu kegiatan, dimana kesulitan yang dimaksud dalam kajian ini adalah kesulitan belajar yang berarti kesulitan tersebut kepada aktivitas belajar.

2.      Pengertian Belajar
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi mengenai belajar, diantaranya:
a.  Selanjutnya Moh.Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengartikan “belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”
b.      Nana Sudjana mengatakan “belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu”.[3]
Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan olehpara ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatuperubahan tingkah laku individu dari hasil pengalaman dan latihan.Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam aspek pengetahuannya(kognitif), keterampilannya (psikomotor), maupun sikapnya (afektif).

3.      Kesulitan belajar
Definisi kesulitan beajar menurut para ahli:
a.       Kesulitan belajar menurut Hammil (Abidin,2006:10) adalah: “menunjuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengar, mencakup-cakup,membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi tertentu.
b.      Kesulitan belajar menurut Warkitri ddk. (1990:8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh.
c.       Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994 :4-5) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. [4]
Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. “Dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”.
Macam-macam kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut.
a.       Dilihat dari jenis kesulitan belajar.
1)      Ada yang berat,
2)      Ada yang sedang,
b.      Dilihat dari bidang studi yang di pelajari.
1)      Ada yang sebagian bidang studi, dan
2)      Ada yang keseluruhan bidang studi.
c.       Dilihat dari sifat kesulitannya.
1)      Ada yang sifatnya permanen / menetap, dan
2)      Ada yang sifatnya hanya sementara.
d.      Dilihat dari segi faktor penyebabnya.
1)      Ada yang karena faktor intelegensi, dan
2)      Ada yang karena faktor non-intelegensi.[5]
4.      Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat di buktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni:
a.       Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri meliputi:
1)      Faktor fisiologis.
2)      Faktor psikologis.
b.      Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa meliputi:
1)      Faktor-faktor non-sosial.
2)      Faktor-faktor sosial.[6]
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut di bawah ini.
a.       Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1)      Sebab yang bersifat fisik:
a)      Karena sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih-lebih sakitnya lama, sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari, yang mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajaran.
b)      Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang kurang semangat, pikiran terganggu. Karena hal-hal ini maka penerimaan dan respons pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola, menginterprestasi dan mengorganisasi bahan pelajaran melalui indranya.
c)      Sebab karena cacat tubuh
Cacat tubuh dibedakan atas:
·         Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan psikomotor.
·         Cacat tubuh yang tetap seperti buta, tuli, bisu hilang tangannya dan kakinya.

2)      Sebab–sebab kesulitan belajar karena rohani.
Belajar memerlukan kesiapan rohani, ketenangan dengan baik. Jika hal-hal di atas ada pada diri anak maka belajar sulit dapat masuk.
Apa bila dirinci faktor rohani itu meliputi antara lain berikut ini.
a)      Intelegensi
b)      Bakat
c)      Minat
d)     Motivasi
e)      Faktor kesehatan mental
f)       Tipe-tipe khusus seorang pelajar (visual, motoris, dan campuran).[7]

b.      Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:
1)      Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubunga antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2)      Lingkungan perkampungan / masyrakat, contohnya : wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3)      Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah

     B.     Jenis-jenis kesulitan belajar.
1.      Learning disability
Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:
a.       Disleksia (dyslexia) yakni ketidak mampuan belajar membaca.
 
Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya

b.      Disgrafia (dysgraphia) yakni ketidakmampuan belajar menulis.
Kesulitan belajar menulis disebut juga sisgrafia, kesulitan belajar menulis yang berat disebut arafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu menulis permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan menulis bagi seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat menulis dengan mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu pengajaran menulis pada tahap awal difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok dan huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf secara benar dan konsisten.
Kesulitan menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya gangguan motorik, gangguan emosi, gangguan  persepsi visual, atau gangguan ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan menulis, misalnya seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat menulis secara jelas atau mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat berakibat pada penguasaan bidang studi akademik lain.

c.       Diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Berhitung adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung sama dengan matematika. Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hampir semua cabang matematika yang menurut Moris kline (1981) berjumlah delapan puluh                                                               cabang besar selalu ada berhitung.
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung yang berat disebutakalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah konsep, komputasi, dan pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minmal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask,1985 : Reber 1988).
1)      Ciri-ciri learning disabilities:
a)      Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca.
b)      Lambat dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucaannya.
c)      Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingat.
d)     Implusif yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
e)      Sulit berkosentrasi.
2)      Penyebab learning disabilities
a)        Faktor keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otak.
b)        Kira-kira 14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan dalam belajar disebabkan karena ada gangguan diarea otaknya.

2.      Under achiever

Rimm (dalam Del Siegle & McCoah,2008) menyatakan ketika siswa tidak menampilkan potensinya, maka ia termasuk underachiever. Semiawan (1997: 209) menyebutkan”underachievement adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya”. Makmun (2001: 274) juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud ”underachiever adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”.


a.         Ciri-ciri under achiever:
1)      Prestasi tidak konsisten: kadang bagus, kadang tidak.
2)      Tidak menyelesaikan pekerjaan rumah (PR).
3)      Rendah diri.
4)      Takut gagal (atau sukses).
5)      Takut menghadapi ulangan.
6)      Tidak punya inisiatif.
7)      Malas, bahkan depresi.
b.        Penyebab under achiever
Penyebab underachiever, Butler-Por (dalam oxfordbrooks.ac.uk,2006) menyatakan bahwa underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan untuk melakukan suatu dengan lebih baik,tetapi karena pilihan-pilihan yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar.

3.      Slow leaner
Pengertian slow leaner menurut para ahli :
a.       Chaplin,( 2005 : 468)
Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal.
b.      Burton, (dalam Sudrajat;2008)
Slow learning adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang.

1)      Ciri-ciri slow learning
Karakteristik dari individu yang mengalami slow learning :
a)      Fungsi kemampuan di bawah rata-rata pada umumnya.
b)      Memiliki kecanggungan dalam kemampuan menjalin hubungan intrapersonal.
c)      Memiliki kesulitan dalam melakukan perintah yang bertahap.
d)     Tidak memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya
e)      Memiliki berbagai kesulitan internal seperti; keterampilan mengorganisasikan, kesulitan transfer belajar, dan menyimpulkan infromasi.
f)       Memiliki skor yang rendah dengan konsisten dalam beberapa tes.
g)      Memiliki pandangan mengenai dirinya yang buruk.
h)      Mengerjakan segalanya secara lambat.
i)        Lambat dalam penguasaan terhadap sesuatu.

2)      Penyebab slow learning
a)      Kemiskinan
Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara berkembang. Kemiskinan menyababkan banyak kekurangan mental dan moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.
b)      Factor emosional
Semua anak pasti mengalami permasalahan emosional, tetapi slow learner mengalami permasalahan yang serius dan untuk waktu yang lama sehingga sangat mengganggu proses belajar mereka. Permasalahan emosional ini berakibat pada prestasi akademis yang rendah, hubungan interpersonal yang tidak baik, dan harga diri yang rendah. Bagian penting dalam perkembangan personal, social dan emosional adalah konsep diri dan harga diri.
c)      Factor pribadi
Factor pribadi meliputi kelainan bentuk fisik (deformity), kondisi patologi/ penyakit badan, dan kekurangan penglihatan, pendengaran dan percakapan dapat mengarah pada slow learning. Factor pribadi juga meliputi penyakit yang lama atau ketidakhadiran di sekolah untuk waktu yan lama ddan kurangnya kepercayaan diri. Ketika mereka lama tidak masuk sekolah tentu saja mereka akan tertinggal dari teman mereka. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan menciptakan kondisi yang mengarah pada slow learning.

saran saya :guru harus mampumengidentifikasi sejauh manakemampuan siswa dan sejauh mana dapat berpengaruh terhadap pembelajaran.setelah itu barulah dapat dicari dan diterapkan bagaimana solusi hambatan diatas atau setidaknya diminimalisir. 
      
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan belajar mengajar,
(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2002), hal.4
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Balai Pustaka, 1987),
Hal.28.
Drs.H.Abu Ahmadi,widodo, Psikologi Belajar (Jakarta:Rineka Cipta,2013).hal.77-78.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Pers,2012)hal.185
Aunur Rahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal.197